Jumat, 22 Februari 2013
Suatu hari, Kuku, putri Kepala Penjaga Negeri Mayana, diculik oleh sang penyihir untuk dijadikan persembahan upacara ritual untuk mendapatkan keabadian.
Nobita, Doraemon, dan kawan-kawan yang mengetahui hal ini membantu Pangeran menyelamatkan Kuku, berpetualang menembus rimba belantara, pergi ke Istana Kegelapan!
Selasa, 19 Februari 2013
Pukul 10.22 pagi. Di sebuah kelas tampak seorang guru tengah menguraikan pelajaraan Ilmu Pengetahuan Alam. Suaranya serak menenangkan siswanya yang tak mau diam di bangku pelajaran. Kelompok yang sudah terbentuk kacau balau tak beraturan. Peluh bercucuran membanjiri tubuhnya. Do’a dibatinkannya. Dia pasrah tak kuasa menghadapi suasana kelas yang sukar dikendalikan. Duduk lemas dan menatap satu persatu siswanya, hal itulah yang bisa diperbuatnya.
Waktu terus berjalan. Terlihat beberapa siswa berbisik-bisik sambil memperhatikan sang guru yang diam tak bersuara. Mendadak kelas hening. Sepertinya Sang Khalik mendengar jeritan hatinya. Kelas kembali bisa ditenangkan. Satu persatu siswa duduk rapi ditempat masing-masing. Sorot mata penasaran terhias di air wajah mereka. Diam-diam mereka menyimak lantunan pelajaran yang perlahan meluncur lewat lisan sang guru.
“Ada yang mau bertanya?”
Dengan wajah dilengkapi senyum, guru meminta siswa untuk berani bertanya. Tak ada yang mengacungkan tangan. Sang guru mengulangi pengajuannya pada anak didiknya. Ada tangan terangkat ragu-ragu. Dengan bahasa isyarat, dipersilahkannya si murid mengutarakan pertanyaannya.
“Saya, Pak ingin bertanya. Selain beberapa hewan dan matahari sebagai sumber cahaya alami, apakah ada tumbuhan yang juga bisa memancarkan cahaya!??”
Lagi-lagi senyum terukir manis di wajah guru. Ada kelegaan mengisi ruang dadanya hendak menghapuskan rasa penasaran siswanya. Namun, belum sempat guru menjawab pertanyaan Haris, secepat kilat mulut Isbat berkicau menjawab.
“Ada, euy! POHON YANG DIKASIH LAMPU NEON, Hahahaha”
Isbat ketawa mengikuti ucapannya sambil memegang perutnya.
“Woalah… Itu MAH NGACO namanya, Boys!” timpal Naufal dengan bibir manyun.
Seisi ruangan kelas sekolah dasar itu dipenuhi tawa hangat lagi mesra. Semua siswa memamerkan deretan giginya melalui tawa canda yang mereka ciptakan. Pun guru mereka, tak kalah terbahak-bahaknya mendengar alasan nyeleneh siswanya seakan lupa peristiwa sedih yang barusan menimpanya.
Kupejamkan mata ini, dan pikiran ku melayangkan pada kejadian yang kemarin, sangat menyekat dihati. Dalam pejaman mataku, sedikit demi sedikit air mataku jatuh. Aku merasakan suatu perasaan yang begitu mendalam dan menyakitkan saatku mengingatnya. Entah kepada siapa aku bisa mencurahkan semua keluh kesah hati ini, kegundahan hati ini, aku tak tahu. Aku hanya menyimpannya dalam hati ini dan terus menerus merasakan perihnya. Ya, walaupun aku tetap bisa tersenyum dihadapan semua orang, namun tak satu pun orang yang tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik senyumku.
Suatu penyesalanku yang amat terdalam ketika aku menyia-nyiakan kasih sayang seorang laki-laki yang begitu sayang sama aku. Dia selalu memberikanku semangat, perhatian, dan kasih sayang. Selalu mengerti keadaanku dan apa yang aku butuhkan. Sesibuk apapun dia, selalu ada waktu untuk mengingatkan untuk makan, jaga kesehatan, dan semangat yang tak pernah pudar. Dia sangat baik dan aku sangat nyaman bersama dia.
1 bulan lebih aku berhubungan dengan dia dan komunikasi tak pernah putus. Walaupun aku dan dia belum memiliki status hubungan yang jelas. Yang pastinya aku dan dia sama-sama saling sayang. Aku yang sedikit sensitif, dan selalu butuh perhatian dari dia, apabila dia sedikit berubah, aku mulai menangis dan ngambek. Terkadang aku suka egois, tidak mengerti keadaannya yang selalu bekerja. Tapi, walaupun konflik terjadi, dia selalu berusaha untuk meredakan konflik itu. Dia lelaki yang terbaik dan mulia.
Namun, suatu kesalahan fatal telah ku perbuat. Pada saat itu, aku pergi mengikuti Kongres Serikat Mahasiswa ke Puncak. Aku pamit, dia selalu mengingatkan ku untuk menjaga kesehatan dan makan. Selama di Kongres aku begitu sibuk. Aku jarang memainkan hp ku. Bahkan untuk bbm sama dia, sangat sedikit waktunya. Namun, aku tetap mengingatnya untuk makan dan bercerita tentang kegiatanku dengan dia.
Pada hari menjelangnya berakhirnya Kongres, malamnya aku benar-benar sibuk. Banyak tugas yang harus aku selesaikan. Aku sempat bbm dia, bahwa aku akan sibuk. Dia pun mengerti keadaanku, dia tetap mengingatku untuk makan dan jaga kesehatan. Kondisiku benar-benar sangat fokus selama kongres itu berlangsung. Tidurpun aku jam 03.00 WIB, terus lanjut lagi pukul 08.00 WIB.
Dari pagi hingga siang, aku memang tidak ada mengabarin dia. Aku sibuk dengan kegiatanku. Ya, begitulah aku, jika aku sibuk, aku pasti melupakan segalanya. Karena bagiku karir dan pendidikan itu nomor satu. Prinsip itu terus aku pakai hingga saat ini. Aku memang sengaja tidak mengabarinya, karena pada saat itu aku berfikir lebih baik selesai kongres ini aku akan mengabarinnya.
Handphone aku bergetar, setitik lampu kecil di handphoneku menyala warna merah bertanda ada bbm yang masuk. Kemudian aku buka isinya: “Bete gw, apa salahnya bbm sekali atau dua kali geto ?”. Melihat isi bbm seperti itu, emosiku terpancing dan aku membalas bbm itu dengan ketus. Perselisihan antara aku dan dia terjadi, semuanya tampak emosi. Perasaanku saat itu sangat kesal dan pengennya marah. Ntah itu karena aku kecapean ntah karena apalah, aku jadi sangat emosi.
Kongres selesai, aku dan yang lainnya peacking untuk balik lagi ke Jakarta. Sepanjang perjalanan pulang, aku masih saja emosi. Pikiranku rasanya sangat kacau, semuanya dipenuhi dengan rasa emosi yang meluap-luap. Sedikit senyuman tidak ada aku lukiskan, begitu pula wajah yang ceria tidak ada mengisi waktu ku saat itu.
Sesampainya di kostan, aku merebahkan tubuh di atas kasur dan menarik nafas dalam-dalam. Aku mengecash handphoneku yang sudah habis batrei. Tiba-tiba aku melamun, memikirkan dia, dan memikirkan masalah tadi. Aku menuliskan kata-kata di facebook ” Kita belum jadian, terserah anda mau menilai aku apa? Aku memang cewek supersibuk. Setelah anda melihat aku sebenarnya, kalau anda ingin mencari cewek lagi ya silahkan itu hak anda. Karir dan pendidikanku nomor satu, masih banyak yang ingin aku capai”.
Aku tidak tahu, itu tulisan menyakitkan atau tidak. Ketika aku membuka bbm ku, aku terkejut melihat status dia ” kandas di tengah jalan”. Aku tersentak, dan langsung bbm dia. Aku meminta maaf atas khilafanku tadi, air mataku terjatuh sambil memencet tombol-tombol yang ada di handphoneku.
Akan tetapi, respon dia biasa aja “untuk apa minta maaf, aku yang salah, aku egois. Kamu benar banyak yang harus kamu capai, aku gak mau jadi penghalang kamu. Pelajaran harus nomor satu, dan pacaran nomor 2. Gak ada ada yang mesti di minta maaf. Semuanya memang sudah kandas ditengah jalan”
Air mataku bercucuran, aku seolah-olah merasa kehilangan dia saat ku membaca kalimat yang ditulisnya. Aku benar-benar merasa bersalah dan aku menyesal atas sikapku yang egois. Sumpah, aku tidak menyadari apa yang telah aku perbuat dengan dia hingga dia menjadi berubah denganku. Rasanya semuanya benar-benar sudah hilang, sudah kandas. Aku tidak tahu apa aku bisa bersama dia ? Ataukah benar semuanya memang harus kandas. Hingga saat ini semuanya berubah, dia seakan sudah pergi. Walaupun aku dan dia masih tetap bbm, tapi semuanya tidak sehangat dan seindah hari sebelumnya.
Tidak ada lagi dirinya yang selalu mengirimkan Voice note dipagi hari, semangatin aku saat pergi kuliah, menghibur aku waktu aku sedih, mengetok kepalaku kalau aku diet, mengomelinku bila aku malas makan, dan yang suka eksis. Aku sangat bersyukur mengenal dia dan sepenuhnya aku sangat menyayangi dia setulus hati. Aku selalu berdoa, kalau aku bisa tetap bersama dia dalam waktu yang cukup lama. Tapi Tuhan memiliki rencana lain,semuanya harus kandas dan hancur. Ich Vermissen Liebe
“iya Mila, ibu tau kamu mau sekolah. tapi mau diapain lagi, ibu tidak punya biaya untuk sekolah kamu” terang ibu kepada Mila.
dengan wajah sedih Mila masuk ke kamar nya.
“Kenapa sih aku nggak bisa sekolah? Tuhan bantu aku, aku ingin kaya temen temen ku bisa sekolah” keluh Mila sambil menangis di kamar nya.
tiba tiba ibu Mila datang, “Mila ibu tau perasaan kamu, ibu janji ibu akan bekerja keras untuk membiayai mu masuk sekolah” kata ibu.
“bener bu??” tanya Mila tak menyangka.
“iya. tapi ibu enggak janji, kan kamu tau pekerjaan ibu hanya sebagai pembantu. ayah sudah meninggal jadi kamu harus bantu ibu kerja agar kita bisa mendapatkan uang” tutur ibu.
“iya bu, Mila janji akan bantu ibu” jawab Mila semangat.
Setelah itu Mila pergi ke rumah Nita untuk belajar.
Nita selalu mengajar kan Mila, karna dia tau Mila itu tidak sekolah akhirnya Nita sengaja mengajarkan Mila belajar karna semangat belajar Mila yang sangat tinggi.
saat di perjalanan Mila melihan kakek kakek yang seperti nya tersesat di kampung ini.
“kek, kakek mau kemana?” tanya Mila kepada kakek itu.
“kakek juga bingung cu, kakek tadi kesini bersama dengan anak kakek tapi sekarang anak kakek tidak tau kemana” tutur kakek itu.
“oh ya sudah kakek ikut Mila aja pulang ke rumah Mila, kalau kakek sudah bertemu anak kakek, baru kakek pulang. nanti Mila dan ibu Mila akan bantu kakek mencari anak kakek itu, biar kakek bisa pulang.” kata Mila kepada kakek itu.
Akhirnya Mila pulang dengan kakek itu kerumah Mila, gara gara kakek itu Mila nggak jadi belajar kerumah Nita.
“kek, ini rumah Mila, semoga kakek senang tinggal di sini untuk sementara” kata Mila kepada kakek itu.
“iya cu, kakek pasti senang sekali tingal disini” kata kakek itu sambil tersenyum.
Esok pagi nya ada yang datang ke rumah Mila.
tok…tok…tok…
“iya tunggu sebentar” saut ibu dari dalam rumah.
“maaf bapak siapa ya?” tanya ibu kepada laki laki yang berdiri di depan pintu rumah Mila.
“perkenal kan saya Wijaya Haryanto, saya ke sini untuk menjemput bapak saya yang ada di rumah ibu” kata lelaki itu.
“oh jadi kakek yang di dalam itu bapak anda?” tanya ibu.
“iya” jawab lelaki itu.
Ibu pun memanggil kakek yang sedang berbicara sama Mila.
“kek, anak kakek ada di depan ingin jemput kakek!” seru ibu kepada kakek.
kakek pun menghampirinya.
kakek pun lekas pulang ke rumah nya dengan anak nya itu.
“Mila kakek pulang dulu ya?” pamit kakek kepada Mila.
“iya kek, kakek hati hati ya di jalan, kakek jangan lupain Mila ya!” pinta Mila ke kakek.
“Iya Mila kakek akan selalu ingat kamu” kata kakek.
“kek, kalau ada waktu main main lagi ya kesini” pinta Mila lagi.
“pasti cu” kata kakek sambil tersenyum.
Tiba tiba lelaki itu mengeluarkan koper yang besar, isi koper itu uang.
“bu mohon diterima uang ini, semoga bermanfaat untuk ibu dan Mila.” kata lelaki itu sambil menyerahkan kopernya.
“tidak pak, saya menolong kakek ini iklas kok, saya tidak mengharapkan imbalan.” kata ibu sambil tersenyum.
“kalau ibu tidak mau menerima, apa yang ibu minta akan saya turuti.” kata lelakki itu.
Ibu menatap Mila sejenak.
“pak aku tak mengharap kan apa apa dari bapak, aku hanya ingin sekolah.” pinta Mila kepada bapak itu.
“oh kalau begitu gampang. saya akan turuti permintaan mu, tapi bagaimana kalau kamu sekolah di Jakarta?” tanya lelaki itu.
“Jakarta? terus ibu gimana?” tanya Mila.
“ibu kamu ya ikut juga ke Jakarta.” kata lelaki itu.
Mila dan ibu nya pun pergi ke Jakarta, mereka tinggal di rumah kakek dan lelaki itu. Mila sangat senang karna dia bisa sekolah di SD International School. Semenjak sekolah di situ Mila mendapat teman banyak yang baik dan sayang kepada Mila, selain itu Mila juga mendapat juara di kelas. Mila sangat berterima kasih sekali sama kakek dan keluarga karna telah menyekolahkan Mila.
“Raka, cepet mandi, setelah itu belajar!”
“enggak aahh mah males nanti dulu.”
Jam dinding pun menunjukan pukul 20.00, akhirnya Raka pun berhenti bermain PS, dan lekas mandi. Setelah mandi dia langsung tidur bukannya belajar, hal ini yang selalu membuat mama ngomel terus ke Raka.
Mama pun masuk ke kamar Raka.
“Raka kok malah tidur? bukannya besok kamu ada ulangan Matematika? tanya mama yang penuh perhatian kepada Raka, “enggak aah mah males, Raka ngantuk mau tidur aja.!” jawab Raka ketus.
“ya sudah mungkin kamu lelah, istirahat saja ya nak, besok kan sekolah” kata mama lemah lembut.
mama pun keluar dari kamar Raka dan segera masuk ke kamar nya.
Tiba tiba saat di kamar penyakit jantung mama kambuh, mama sudah mengida penyakit jantung selama 5 tahun yang lalu, tapi mama dan papa Raka tidak pernah memberi tahu Raka,karena takut Raka sedih, soalnya Raka anak satu satu nya.
Esok hari Raka pun pergi sekolah, dengan wajah ceria, padahal tadi malam dia tidak belajar untuk menghadapi ulangan nanti.
Kring… Kring… Kring… bell masuk sekolah.
Saat nya pelajaran Matematika, Pak Agus pun masuk.
“anak anak sekarang kita ulangan, siap tidak siap keluarkan alat tulis kalian”
“Aduh gimana nih, aku kan belum belajar tadi malam. aaahh bodo amatlah nanti tang ting tung aja, gampangkan” pikir Raka dalam hati.
selama ulangan berjalan Raka hanya menjawab asal asalan, setelah selesai, ulangan dikumpulkan. Pak Agus pun langsung mengoreksinya.
“Tedyuko Chan, kamu dapat 100, Nicholaus Fernando kamu dapat 9.8, Izumi Akasi Lee kamu dapat 9.6, Kohasi Atari kamu dapat 8.9, Keenan Willson kamu dapat 8.4, Raka Emmanuel………………. kamu dapat 3.2″ seru Pak Agus panjang lebar.
“HAAAAAAAAAH, Aku dapat 3.2?” Raka pun terkejut.
Kring… Kring… Kring… bell pulang sekolah, anak anak SD Christian School International pun pulang, ada yang naik jemputan, dan ada pula yang di jemput orangtua nya. Raka yang biasanya di jemput papa nya, kali ini papa nya jemput agak lama.
“aduh papa mana sih? udah tau kan panas!” keluh Raka.
Tak lama kemudian mobil papa nya Raka pun datang.
“Raka ayo cepat masuk mobil!” pinta papa.
“iya pa” jawab Raka singkat.
Selama perjalanan papa hanya diam saja tidak seprti biasanya. Hal ini membuat Raka bingung.” papa kenapa ya? biasanya setelah aku pulang sekolah pasti papa nanya apakah ada PR (Pekerjaan Rumah) atau tidak.” Pikir Raka dalam hati.
Sesampai di rumah,hal ini membuat Raka bingung, kenapa ada bendera kuning di depan rumahnya, dan banyak sekali orang yang memakai baju hitam.
“Pa ada apa ini? kenapa pada pakai baju hitam? dan di depan rumah juga ada bendera kuning.?” Tanya Raka.
papa terdiam sejenak dan akhirnya menjelas kan semuanya. kalau mama nya telah pergi untuk selamanya. Raka pun langsung berlari dan menemui jasad mamanya.
“ma….. mama jangan pergi,jangan tinggalin Raka ma… Raka enggak mau sendiri, maafin Raka ma… atas semua salah Raka, Raka janji enggak akan ulangin lagi.. hiks…. hiks.. hiks… maaa…. mama…” begitulah tangis Raka.
Raka masih sangat kehilangan mamanya, dia pun berjanji akan rajin belajar unyuk mamanya senang di surga sana!
“ma, mama adalah perempuan paling istimewa dihati Raka, Raka janji akan belajar supanya mama senang disurga sana! I LOVE U Mom, aku akan selau merindukan mu, selamat jalan ma!” Tangis Raka yang tak henti henti.
Contoh Cerpen Persahabatan Sejati
Betapa enak menjadi orang kaya. Semua serba ada. Segala keinginan
terpenuhi. Karena semua tersedia. Seperti Iwan. Ia anak konglomerat.
Berangkat dan pulang sekolah selalu diantar mobil mewah dengan supir
pribadi.
Meskipun demikian ia tidaklah sombong. Juga sikap orang tuanya. Mereka
sangat ramah. Mereka tidak pilih-pilih dalam soal bergaul. Seperti pada
kawan kawan Iwan yang datang ke rumahnya. Mereka menyambut seolah
keluarga. Sehingga kawan-kawan banyak yang betah kalau main di rumah
Iwan.
Iwan sebenarnya mempunyai sahabat setia. Namanya Momon. Rumahnya masih
satu kelurahan dengan rumah Iwan. Hanya beda RT. Namun, sudah hampir dua
minggu Momon tidak main ke rumah Iwan.
“Ke mana, ya,Ma, Momon. Lama tidak muncul. Biasanya tiap hari ia tidak pernah absen. Selalu datang.”
“Mungkin sakit!” jawab Mama.
“Ih, iya, siapa tahu, ya, Ma? Kalau begitu nanti sore aku ingin menengoknya!” katanya bersemangat
Sudah tiga kali pintu rumah Momon diketuk Iwan. Tapi lama tak ada yang
membuka. Kemudian Iwan menanyakan ke tetangga sebelah rumah Momon.
Iamendapat keterangan bahwa momon sudah dua minggu ikut orang tuanya
pulang ke desa. Menurut kabar, bapak Momon di-PHK dari pekerjaannya.
Rencananya mereka akan menjadi petani saja. Meskipun akhirnya
mengorbankan kepentingan Momon. Terpaksa Momon tidak bisa melanjutkan
sekolah lagi.
“Oh, kasihan Momon,” ucapnya dalam hati,
Di rumah Iwan tampak melamun. Ia memikirkan nasib sahabatnya itu. Setiap pulang sekolah ia selalu murung.
“Ada apa, Wan? Kamu seperti tampak lesu. Tidak seperti biasa. Kalau pulang sekolah selalu tegar dan ceria!” Papa menegur
“Momon, Pa.”
“Memangnya kenapa dengan sahabatmu itu. Sakitkah ia?” Iwan menggeleng.
“Lantas!” Papa penasaran ingin tahu.
“Momon sekarang sudah pindah rumah. Kata tetangganya ia ikut orang
tuanya pulang ke desa. Kabarnya bapaknya di-PHK. Mereka katanya ingin
menjadi petani saja”.
Papa menatap wajah Iwan tampak tertegun seperti kurang percaya dengan omongan Iwan.
“Kalau Papa tidak percaya, Tanya, deh, ke Pak RT atau ke tetangga sebelah!” ujarnya.
“Lalu apa rencana kamu?”
“Aku harap Papa bisa menolong Momon!”
“Maksudmu?”
“Saya ingin Momon bisa berkumpul kembali dengan aku!” Iwan memohon dengan agak mendesak.
“Baiklah kalau begitu. Tapi, kamu harus mencari alamat Momon di desa itu!” kata Papa.
Dua hari kemudian Iwan baru berhasil memperoleh alamat rumah Momon di
desa. Ia merasa senang. Ini karena berkat pertolongan pemilik rumah yang
pernah dikontrak keluarga Momon. Kemudian Iwan bersama Papa datang ke
rumah Momon di wilayah Kadipaten. Namun lokasi rumahnya masih masuk ke
dalam. Bisa di tempuh dengan jalan kaki dua kilometer. Kedatangan kami
disambut orang tua Momon dan Momon sendiri. Betapa gembira hati Momon
ketika bertemu dengan Iwan. Mereka berpelukan cukup lama untuk melepas
rasa rindu. Semula Momon agak kaget dengan kedatangan Iwan secara
mendadak. Soalnya ia tidak memberi tahu lebih dulu kalau Iwan
inginberkunjung ke rumah Momon di desa.
“Sorry, ya, Wan. Aku tak sempat memberi tahu kamu!”
“Ah, tidak apa-apa. Yang penting aku merasa gembira. Karena kita bisa berjumpa kembali!”
Setelah omong-omong cukup lama, Papa menjelaskan tujuan kedatangannya
kepada orang tua Momon. Ternyata orang tua Momon tidak keberatan, dan
menyerahkan segala keputusan kepada Momon sendiri.
“Begini, Mon, kedatangan kami kemari, ingin mengajak kamu agar mau ikut
kami ke Bandung. Kami menganggap kamu itu sudah seperti keluarga kami
sendiri. Gimana Mon, apakah kamu mau?” Tanya Papa.
“Soal sekolah kamu,” lanjut Papa, “kamu tak usah khawatir. Segala biaya pendidikan kamu saya yang akan menanggung.”
“Baiklah kalau memang Bapak dan Iwan menghendaki demikian, saya
bersedia. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak yang
mau membantu saya.”
Kemudian Iwan bangkit dari tempat duduk lalu mendekat memeluk Momon.
Tampak mata Iwan berkaca-kaca. Karena merasa bahagia.Akhirnya mereka
dapat berkumpul kembali. Ternyata mereka adalah sahabat sejati yang tak
terpisahkan. Kini Momon tinggal di rumah Iwan. Sementara orang tuanya
tetap di desa. Selain mengerjakan sawah, mereka juga merawat nenek Momon
yang sudah tua.
Contoh Cerpen Persahabatan Sejati
Ketika seorang sahabat sejati bertanya kepada sahabatnya, “apakah aku pernah melakukan salah padamu?“.
Sahabatnya akan menjawab, “ya, tapi aku sudah melupakan kesalahanmu“.
Ketika seorang sahabat sejati berbalik bertanya kepada sahabatnya, “apakah aku pernah bersalah padamu?“.
Sahabatnya akan menjawab, “ya, tapi aku sudah lupa akan hal itu“.
Ketika seorang bertanya, “Apa yang telah kau lakukan untuk sahabatmu?“
Seorang sahabat akan menjawab, “Aku tidak tahu.” sebab seorang sahabat
tidak pernah meminta imbalan dari apa yang telah di perbuatnya dengan
tulus.
Ketika seorang sahabat sejati memarahi sahabatnya, dan sahabatnya bertanya, “mengapa kamu memarahiku?“
Sahabatnya akan menjawab, “demi kebaikanmu“.
Ketika seseorang bertanya, “apakah alasanmu menjadi sahabatnya?“
Ia akan menjawab, “tidak tahu“. Sebab sahabat yang sejati tidak pernah
memanfaatkan, tidak pernah memandang kelemahan dan kelebihan.
Ketika kau jatuh, ia akan berusaha menopangkan tangannya supaya kau tidak tergeletak.
Ketika kau bersuka, ia akan berada disisimu dan turut merasakan kebahagiaanmu.
Ketika kau berduka, ia akan berada disampingmu, meskipun ia tidak tahu
bagaimana cara menghiburmu. Tetap mendengarkanmu, mendengarkan setiap
kata yang keluar dari mulutmu, meskipun kau hanya mengaduh dan meskipun
ia tidak tahu bagaimana solusi masalahmu.
Ketika kau mengatakan cita – citamu, ia akan mendukung dan berdoa untukmu.
Ketika ia bersuka, kau juga akan bersuka karenanya.
Ketika ia berduka, kau yang ada di sampingnya.
Sahabat adalah memberi tanpa ada maksud di belakangnya, bukan hanya menerima.
Sahabat tidak pernah membungkus racun dengan permen manis.
Persahabatan tidak diukur oleh berapa lamanya waktu, tetapi berapa besar arti ‘persahabatan’ itu sendiri.
Persahabatan tidak diukur oleh materi, tetapi berapa besar pengorbanan.
Persahabatan tidak diukur dari kesuksesan yang di peroleh, tetapi dari berapa besar dukungan yang di berikan.
Ia dapat menyayangimu, bahkan lebih dari dirinya sendiri.
Persahabatan tidak pernah mulus. Tetapi yang membuat indah adalah ketika
mereka berhasil menjalaninya bersama, meskipun harus melalui
pertumpahan air mata.
Hal yang paling membuat sahabatmu sedih adalah ketika kamu, sebagai
seorang sahabat, membohonginya dengan alasan apapun. Sebab ia sangat
percaya padamu.
Hanya satu yang sahabatmu minta kepadamu : supaya ia menjadi bagian hidupmu.
Contoh Cerpen Persahabatan Sejati
Ketika dunia terang, alangkah semakin indah jikalau ada sahabat disisi.
Kala langit mendung, begitu tenangnya jika ada sahabat menemani. Saat
semua terasa sepi, begitu senangnya jika ada sahabat disampingku.
Sahabat. Sahabat. Dan sahabat. Ya, itulah kira-kira sedikit tentang
diriku yang begitu merindukan kehadiran seorang sahabat.
Aku memang seorang yang sangat fanatik pada persahabatan. Namun, sekian
lama pengembaraanku mencari sahabat, tak jua ia kutemukan. Sampai
sekarang, saat ku telah hampir lulus dari sekolahku. Sekolah berasrama,
kupikir itu akan memudahkanku mencari sahabat. Tapi kenyataan dengan
harapanku tak sejalan. Beragam orang disini belum juga bisa kujadikan
sahabat. Tiga tahun berlalu, yang kudapat hanya kekecewaan dalam
menjalin sebuah persahabatan. Memang tak ada yang abadi di dunia ini.
Tapi paling tidak, kuharap dalam tiga tahun yang kuhabiskan di sekolahku
ini, aku mendapatkan sahabat.
Nyatanya, orang yang kuanggap sahabat, justru meninggalkanku kala ku
membutuhkannya. “May, nelpon yuk. Wartel buka tuh,” ujar seorang teman
yang hampir kuanggap sahabat, Riea pada ‘sahabat’ku yang lain saat kami
di perpustakaan. “Yuk, yuk, yuk!” balas Maya, ‘sahabatku’. Tanpa
mengajakku Kugaris bawahi, dia tak mengajakku. Langsung pergi dengan
tanpa ada basa-basi sedikitpun. Padahal hari-hari kami di asrama sering
dihabiskan bersama. Huh, apalagi yang bisa kulakukan. Aku melangkah
keluar dari perpustakaan dengan menahan tangis begitu dasyat. Aku begitu
lelah menghadapi kesendirianku yang tak kunjung membaik. Aku selalu
merasa tak punya teman. “Vy, gue numpang ya, ke kasur lo,” ujarku pada
seorang yang lagi-lagi kuanggap sahabat. Silvy membiarkanku berbaring di
kasurnya. Aku menutup wajahku dengan bantal.
Tangis yang selama ini kutahan akhirnya pecah juga. Tak lagi terbendung.
Sesak di dadaku tak lagi tertahan. Mengapa mereka tak juga sadar aku
butuh teman. Aku takut merasa sendiri. Sendiri dalam sepi begitu
mengerikan. Apa kurangku sehingga orang yang kuanggap sahabat selalu
pergi meninggalkanku. Aku tak bisa mengerti semua ini. Begitu banyak
pengorbanan yang kulakukan untuk sahabat-sahabatku, tapi lagi-lagi
mereka ‘menjauhiku’. “Faiy, lo kenapa sih ? kok nangis tiba-tiba,” tanya
Silvy padaku begitu aku menyelesaikan tangisku. “Ngga papa, Vy,” aku
mencoba tersenyum. Senyuman yang sungguh lirih jika kumaknai. “Faiy, tau
nggak ? tadi gue ketemu loh sama dia,” ujar Silvy malu-malu. Dia pasti
ingin bercerita tentang lelaki yang dia sukai.
Aku tak begitu berharap banyak padanya untuk menjadi sahabatku. Kurasa
semua sama. Tak ada yang setia. Kadang aku merasa hanya dimanfaatkan
oleh ‘sahabat-sahabatku’ itu. Kala dibutuhkan, aku didekati. Begitu
masalah mereka selesai, aku dicampakkan kembali. “Faiy, kenapa ya, Lara
malah jadi jauh sama gue. Padahal gue deket banget sama dia. Dia yamg
dulu paling ngerti gue. Sahabat gue,” Silvy curhat padaku tentang Lara
yang begitu dekat dengannya, dulu. Sekarang ia lebih sering cerita
padaku. Entah mengapa mereka jadi menjauh begitu. “Yah, Vy. Jangan
merasa sendirian gitu dong,” balasku tersenyum. Aku menerawang,” Kalau
lo sadar, Vy, Allah kan selalu bersama kita. Kita ngga pernah sendirian.
Dia selalu menemani kita. Kalau kita masih merasa sendiri juga, berarti
jelas kita ngga ingat Dia,” kata-kata itu begitu saja mengalir dari
bibirku. Sesaat aku tersadar. Kata-kata itu juga tepat untukku. Oh,
Allah, maafkanku selama ini melupakanmu. Padahal Dia selalu bersamaku.
Tetapi aku masih sering merasa sendiri.
Sedangkan Allah setia bersama kita sepanjang waktu. Bodohnya aku. Aku
ngga pernah hidup sendiri. Ada Allah yang selalu menemaniku. Dan
seharusnya aku sadar, dua malaikat bahkan selalu di sisiku. Tak pernah
absen menjagaku. Kenapa selama ini aku tak menyadarinya? Dia akan selalu
mendengarkan ‘curhatanku’. Dijamin aman. Malah mendapat solusi. Silvy
tiba-tiba memelukku. “Sorry banget, Faiy. Seharusnya gue sadar. Selama
ini tuh lo yang selalu nemenin gue, dengerin curhatan gue, ngga pernah
bete sama gue. Dan lo bisa ngingetin gue ke Dia. Lo shabat gue. Kenapa
gue baru sadar sekarang, saat kita sebentar lagi berpisah…” Silvy tak
kuasa menahan tangisnya. Aku merasakan kehampaan sejenak. Air mataku
juga ikut meledak. Akhirnya, setelah aku sadar bahwa aku ngga pernah
sendiri dan ingat lagi padaNya, tak perlu aku yang mengatakan ‘ingin
menjadi sahabat’ pada seseorang. Bahkan malah orang lain yang
membutuhkan kita sebagai sahabatnya. Aku melepaskan pelukan kami. “
Makasih ya, Vy. Ngga papa koki kita pisah. Emang kalau pisah,
persahabatan bakal putus. Kalau putus, itu bukan persahabatan,” kataku
tersenyum.
Menyeka sisa-sisa air mataku. Kami tersenyum bersama. Persahabatan yang
indah, semoga persahabatan kami diridoi Allah. Sahabat itu, terkadang
tak perlu kita cari. Dia yang akan menghampiri kita dengan sendirinya.
Kita hanya perlu berbuat baik pada siapapun. Dan yang terpenting, jangan
sampai kita melupakan Allah. Jangan merasa sepi. La takhof, wala
tahzan, innallaha ma’ana..Dia tak pernah meninggalkan kita. Maka jangan
pula tinggalkannya.
Contoh Cerpen Persahabatan Sejati
Cuaca panas diledakkan oleh teriakan seorang ibu dari sebuah halte bis.
“ Jambret!” Teriaknya. Ibu itu setengah gila, meronta-ronta, melompat-lompat.
Orang-orang terperangah, lirik kiri- kanan, mencari-cari. Ya, pak Polisi gagah datang, pistol mendongak.
” Jambret….!” Ibu itu menunjuk-nunjuk, seseorang berlari kencang membawa
sebuah tas kulit. Pak Polisi gagah itu pun mengejarnya. Pistol mulai
keluar, diacungkan.
” Berhenti….!” Duarrrr….suara pistol meledak. Udara belah.
Jambret sial sialan itu berhenti. Pasti. Takut.
” Angkat tangan…! Buka topengmu goblok!”
Penjambret sial sialan itu mengangkat tangan, membuka topeng.
” Kkkkkkkkau!” Tunjuk pak Polisi gagah..” Ahaa….kau si Juned! Sahabat lamaku!?”
” Halah…Kkkkkau si Safri…sahabat lamaku!”
” Sini biar kuambil tas kulit itu!”
Kemudian mereka berpelukkan, sahabat lama yang sudah puluhan tahun tidak
jumpa. Tas kulit diberikan kepada si ibu. Si ibu bukan main memberi
hormat dan salam secara berlebihan kepada pak Polisi gagah.
” kau..ikut aku ke kantor Polisi…Juned!”
” Oke….!”
Di kantor polisi JUned mendapat perlakuan istimewa. Ia dikurung dalam
kerangkeng khusus, diberi fasilitas istimewa, ada kamar mandinya, ada
kasur empuknya, membuat tahanan lain iri kepadanya.
” Sahabat…besok pengadilanmu akan dilaksanakan…!”
” Oke, sahabat lamaku!” Bukan main bahagianya Juned.
Ruang pengadilan biasa-biasa saja, karena kasus nya bukan kasus
selebritis. Pengacara Juned namanya si Paruntungan Hasibuan , masih
sama, sahabat lama si Juned..
Pak Hakim masuk.
” Oalaaaaa……!” Mata Pak Hakim yang sifit itu terbelalak tajam ketika melihat terdakwa. ” Kkkkkau…si Juned…Sahabat Lamaku…!”
” Halahhh….kau…si Norman, sahabat Lamaku…!”
” Lama kita tak bersua ya?”
” Ya, memang cukup lama, Kau si Paruntungan Hasibuan!” Pak Hakim
menunjuk pengacara si Juned. Pak polisi gagah pun masuk, datang agak
telat memang,ingin menyaksikan jalannya pengadilan.
” Haaa? Kkkkkau….si Jefrii…!?” Teriak Pak Hakim kegirangan.
Pada akhirnya ruang sidang itu dipenuhi oleh gelak tawa dan pembicaraan masa lalu. Kenangan. Masa-masa SMA.
” Nostalgia…SMA kitaaaaaa…..!” Teriak mereka, sambil memukul-mukulkan palu pada meja.